GADGET SEBAGAI BABY SITTER?

Selasa, Maret 29, 2016



Beberapa waktu yang lalu dunia selebritas Indonesia dihebohkan dengan kasus penemuan akun jual beli bayi di salah satu viral sosial media, instagram, yang memajang foto anak selebritis. Selebritis yang anaknya menjadi korban tersebut adalah presenter Ruben Onsu dan Ayu Ting Ting. Kedua publik figur itu menganggap serius dengan mengadukan kejadian yang menimpa mereka ke pihak berwajib hingga akhirnya tersangka tertangkap dan persidangan pun bergulir. 

Menilik respon Ruben dan Ayu, tentu banyak dari kita yang menganggap itu sebagai hal yang wajar. Apalagi bagi mereka yang sudah memiliki anak. Orang tua mana yang rela foto anaknya dipajang di situs jual beli dan dihargai dengan nilai rupiah tertentu, padahal anak adalah anugerah yang tak ternilai harganya. 

Kasus yang menimpa Ruben dan Ayu hanyalah secuil dari banyaknya penyalahgunaan internet oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Namun kejadian yang menimpa mereka tentu bukan tanpa alasan. Di era teknologi ini, terutama pasca menjamurnya berbagai sosial media, banyak orang tua modern yang berlomba-lomba mengupload foto-foto buah hati mereka ke dunia maya. Instagram adalah salah satu yang populer. Ini tentu menjadi peluang bagi orang-orang tidak bertanggung jawab, baik untuk iseng semata maupun mereka yang memang melakukannya dengan modus kejahatan tertentu. 

Internet seolah tidak bisa lepas dari gaya pengasuhan orang tua di era milenial ini. Sejak kecil anak-anak mereka sudah mengenal gadget. Gadget menjadi barang yang tidak asing bagi anak-anak bahkan sejak mereka masih bayi. Di setiap kesempatan orang tua mengarahkan gadget ke arah mereka, berusaha menangkap momen dan ekspresi terbaik untuk kemudian dipamerkan di dunia maya. Di instagram kita bisa dengan mudah menemukan kecendrungan seperti ini. Selebriti-selebriti muda yang masih memiliki balita biasanya senang sekali melakukan hal tersebut. Data dari www.foodforkids.com menyebutkan bahwa 46% orang tua milenial men-upload foto buah hati mereka bahkan sejak masih dalam kandungan.

Di rumah, gadget juga seringkali menjadi teman pertama anak-anak sebelum ia mengenal teman di luar rumah. Gadget dengan berbagai games yang tersedia di dalamnya dijadikan penolong orang tua untuk mengalihkan perhatian anak balitanya ketika mereka rewel. Salah satu contoh yang saya temui secara real adalah bagaimana tante saya membuat anaknya yang berusia 3 tahun sangat akrab dengan gadget.

Sejak kecil anak tante saya yang bernama Ubay sudah tidak asing lagi dengan gadget. Karena ia sering susah ketika disuruh tidur, tante saya seringkali memutarkan video-video untuknya menjelang tidur dengan alasan yang amat sederhana, menonton video akan membuat mata anaknya lelah kemudian akan lekas jatuh tertidur.

Di hari-hari pertama ia melakukannya ia memang berhasil menidurkan anaknya. Tapi bak antibiotik yang terlalu sering diberikan, lama-lama Ubay malah menjadi resisten dengan jurus pengantar tidur a la ibunya. Alih alih tertidur bocah itu justru malah sibuk menyentuh layar ponsel, jika dilarang ia malah menangis. Kehabisan akal untuk meredakan tangis anaknya, tante saya segera mengunduh games dari play store yang tersedia di gadgetnya. Ia mengunduh sebuah permainan yang tokoh utamanya adalah minion. Minion sendiri adalah tokoh animasi yang sudah tidak asing bagi anaknya, sebab Ubay pernah menonton acara tersebut dan memiliki beberapa barang bergambar tokoh animasi berwarna kuning itu.

Dari hari ke hari Ubay semakin pandai memainkan games di gadget orang tuanya. Melihat anaknya anteng tiap kali bermain gadget, tante saya justru rutin mengunduh games baru untuk anaknya hampir setiap minggu. Tiap kali ada games baru ia akan mengajari anaknya bagaimana cara bermain games tersebut, dan Ubay selalu dapat mengerti dengan cepat apa yang diajarkan seputar games tersebut.

Dalam contoh kasus Ubay, gadget kemudian mendapat tempat baru di rumah. Menjadi semacam baby sitter. Dari pengamatan sederhana saya ada beberapa dampak buruk dari penggunaan gadget secara berlebihan oleh para orang tua di era milenial, yakni :
Kecanduan
Memperkenalkan anak terlalu dini pada gadget bisa menyebabkan kecanduan. Terlebih bila anak kemudian dibiarkan menggunakan gadget secara terus menerus. Gadget sejatinya tidak layak dianggap sebagai mainan bagi anak-anak, terutama yang masih balita. Aarseth (2001) dan beberapa orang lain berpendapat konsep penting dari penelitian metodelogi bahwa media baru seperti permainan komputer secara positif bisa menyesatkan. Secara tidak disadari games bisa berpengaruh pada perkembangan mental seorang anak, apalagi anak-anak di usia balita tak ubahnya sebuah kanvas kosong yang masih sangat leluasa untuk dipulas dengan berbagai warna. Misalnya seperti pendapat Klein (1984) tentang permainan 'pac man' yang mencerminkan fantasi lisan dari sadomasokis.

Anti Sosial
Jangankan pada anak-anak, pada orang dewasa sekalipun perilaku anti sosial karena terlalu asik bermain gadget sangat mungkin untuk terjadi. Untuk pembahasan yang lebih spesifik kita bisa kembali ke kasus Ubay yang sudah saya paparkan di atas. Jika biasanya anak-anak sangat senang dengan kehadiran teman sebayanya, Ubay menunjukan gejala ketidaktertarikan sama sekali. Ia lebih suka bermain dengan gadgetnya. Apalagi kini ia tidak hanya pandai bermain games, orang tuanya juga telah mengajarinya untuk menonton video-video kartun di situs berbagi video Youtube. Hal yang mengherankan adalah bahkan bocah lelaki itu tidak tertarik pada acara kartun yang sama jika sedang ditayangkan di televisi. Jika ia sedang asyik dengan gadgetnya dan orang lain datang untuk sekedar mencubit gemas pipinya ia akan marah sebab merasa terganggu.

Berdampak Buruk Bagi Kesehatan
Salah satu organ yang pasti terdampak dengan terlalu seringnya bermain gadget adalah mata. Terlalu lama menatap layar gadget dapat menyebabkan mata terasa gatal dan perih, dikutip dari www.suara.com penyebab munculnya rasa perih dan gatal pada mata tersebut ternyata disebabkan karena paparan cahaya gadget yang konstan membuat selaput lendir yang melindungi mata berkurang sehingga mata menjadi kering.
Selain kesehatan mata, menggunakan gadget terus menerus terutama pada anak juga dapat menimbulkan masalah gangguan tidur. Itulah sebabnya anak sebaiknya tidak diperkenalkan pada gadget sampai usia tertentu.

Melihat efek buruk dari penggunaan gadget oleh anak-anak, orang tua di era milenial diharapkan cerdas dan bijak dalam hal memperkenalkan anaknya pada gadget. Gadget memang bisa digunakan untuk mencari berbagai informasi tentang anak seperti makanan yang sehat untuk anak hingga pola pengasuhan anak yang baik. Namun tidak lantas berarti bahwa gadget itu layak digunakan secara langsung dalam pola pengasuhan anak sehari-hari.


You Might Also Like

0 komentar