RUMAH
Rabu, Februari 25, 2015
Ada banyak kenangan yang membuat kita ingin berlama-lama mengenangnya, ingin berlama-lama mengkhayal seolah kita kembali pada awal mula kejadiannya, amat ingin tersesat di dalamnya. Seperti ketika pertama jatuh cinta. Indah. Beberapa kenangan ada untuk dilupa, walau kadang diingkari bahwa lupa hanya kiasan semata. Akan selalu ada masa dimana kita mesti merenungi lagi semuanya. Terlalu pahit mungkin. Seperti ketika kita ditinggal mati oleh orang-orang tercinta. Kita tak mungkin melupakan sosoknya, maka sempurnalah kenangan itu bercokol di ingatan kita, setiap rindu pada si empunya nama muncul tiba-tiba. Sisanya adalah kenangan yang aku tak paham bagaimana mesti mengenangnya. Berakhir seiring berakhirnya kisah, tak ada tombol putar ulang untuk kenangan semacam ini. Contohnya ? Contoh seperti apa yang kau harapkan ? Aku bilang aku tak tahu cara mengenangnya.
Kenangan lahir bersama
dengan sekian banyak cerita yang mengisi hidup. Dan bagi kita yang sedang
membaca tulisan ini, tentu hidup tak hanya berlangsung satu atau dua hari.
Cerita datang silih berganti, kenangan tumbuh dan tak kunjung menemui mati.
Tak ada tempat yang
paling kaya akan kenangan di muka bumi ini kecuali rumah. Rumah adalah kotak. Yang
membuat kita berdesakan dengan berbagai kenangan tanpa merasa pengap. Rumah
menyimpan untuk kita apa-apa yang tak mungkin dilupa, dan apa-apa yang
sebenarnya tak mau kita ingat.
Cerita bisa berlangsung
dimana saja. Di sekolah, kampus, tepi jalan, pusat perbelanjaan, kamar-kamar
penginapan atau bahkan pusat pemakaman. Tapi percayalah dimanapun lahirnya
cerita, kenangan selalu mengekor dan mengikuti hingga masuk ke dalam rumah
tanpa permisi. Seorang anak kecil terjatuh di lapangan, rumahlah yang kelak
merekam aduan dan tangisan dari bibir kecilnya, juga ketika ibunda membersihkan
luka-lukanya. Maka tanpa perlu bertanya rumah tahu kronologi utuhnya.
Seorang remaja
diam-diam jatuh cinta pada kakak kelasnya. Kelak di dalam kamar, di rumah,
dinding-dinding akan dengan sempurna merekam senyum malu-malu dan seluruh isi
lamunannya.
Berbahagialah mereka
yang punya rumah. Yang sejak langkah pertama perantauannya tahu kemana kelak
mesti kembali. Berbahagialah mereka yang punya rumah. Yang ketika lelah dalam
perjalanannya dapat segera memutuskan untuk pulang. Berbahagialah mereka yang
punya rumah, karena berbagai kenangan akan menyapa kala diri dilanda sepi di
teras, dapur, bahkan kamar mandi.
Sedang bagi aku dan
kalian yang tak punya rumah, tak perlulah menggerutu memunguti
kenangan-kenangan yang tercecer sepanjang jalan, sepanjang kehidupan.
Bersabarlah aku dan kalian yang tak punya rumah, apa yang hendak dikeluhkan
bila semua tempat boleh digunakan rebah ? Perkara pulang adalah perkara
menemukan kehangatan. Sebutkanlah selalu dengan dada membusung darimana kita
datang dan kemana mesti pulang. Pulang bagiku adalah menemui ibu, menemui ayah
dan menemui Tuhan, dalam kotak seperti apapun ketiganya tersimpan.
0 komentar