­

REVIEW BUKU FILSAFAT ILMU; SEBUAH PENGANTAR POPULER

Minggu, Juni 28, 2015

Judul Buku    : Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer
Penulis          : Jujun S. Suriasumantri
Penerbut        : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan ke-17, Oktober 2003

Sumber Foto : Goodreads.com

Review Buku


Dewasa ini pendidikan menjadi prioritas bagi sebagian besar umat manusia, terlepas dari kenyataan bahwa akses untuk pendidikan tersebut tidak lagi terbuka dengan sebebas-bebasnya mengingat adanya praktek privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Pendidikan diuasahakan oleh banyak individu untuk mendapatkan ilmu yang berguna dengan harapan dapat menunjang kesuksesan dan kehidupannya di masa depan. Namun, bagi kita yang bernasib baik bisa mengenyam pendidikan sehingga menjadi akrab dengan istilah ilmu, pernahkah kita memikirkan apa yang dimaksud dengan ilmu itu sendiri ? Apa yang membedakan ilmu dengan pengetahuan (knowledge) lainnya seperti seni dan agama ? Bagaimana cara kita melakukan penelitian secara ilmiah ? Sarana-sara keilmuan apa saja yang harus dikuasai agar kita mampu melakukan kegiatan ilmiah dengan baik ?



Melalui buku Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar populer ini Jujun S. Suriasumantri mencoba menyuguhkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan rinci namun mudah dipahami.

Sebelum menggiring pembaca kepada filsafat ilmu yang sesungguhnya di bab awal terlebih dahulu pembaca diajak memasuki ulasan tentang filsasafat secara umum. "Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan keduanya" ungkap Jujun di bab pertama bukunya. Ia juga menuliskan bahwa berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang tidak terbatas ini. demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau. 

Filsafat bersifat menyeluruh : seorang ilmuwan tidak lagi puas mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri, Filsafat bersifat mendasar : seorang ilmuwan selalu bersikap skeptis dan tidak langsung percaya begitu saja pada kebenaran sebuah ilmu. Filsafat juga bersifat spekulatif. Sedangkan pokok permasalahan yang dikaji dalam filsafat adalah logika, etika dan estetika.

Apa yang dimaksud dengan ilmu ?

Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang memiliki ciri khusus. Ilmu bersifat rasional, empiris dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Fungsi dari ilmu adalah untuk membantu manusia menuntaskan permasahalan-permasalahan yang hadir dalam kehidupannya melalui  mekanisme meramalkan dan mengotrol. Agar dapat dipertanggunjawabkan maka ilmu didapatkan melalui cara-cara ilmiah pula.

Apa yang membedekan ilmu dengan pengetahuan (knowledge) lainnya seperti agama dan seni ?

Apa yang membedakan ilmu dengan pengetahuan (knowledge) lainnya seperti agama dan seni dapat dilihat dari sisi ontologis (apa yang dikaji oleh ilmu), epistemologis (bagaimana cara mendapatkan ilmu) dan aksiologi (untuk apa ilmu digunakan).

Ilmu mengkaji segala hal yang masih dalam jangkauan pengalaman manusia dan dapat membantu menyelesaikan masalah kehidupannya. Maka ilmu berbeda dengan agama yang memberi tahu kita kehidupan di dunia ruh bahkan sebelum kita disusupkan ke rahim ibu hingga memberikan gambaran akan dunia sesudah kematian. Hal-hal seperti itu tentu saja tidak menjadi bagian dari ontologis ilmu karena di luar pengalaman manusia, Ilmu juga berbeda dengan seni yang mengedepankan fungsi estetika atau keindahan dan cenderung mengabaikan fungsi untuk mempermudah kehidupan manusia.

Ilmu didapatkan melalui cara-cara ilmiah yang sistematis, yaitu penelitian. Sedangkan agama bersumber dari wahyu Tuhan dan manusia tinggal mengkajinya saja dari kitab-kitab suci yang telah Tuhan turunkan. Demikian pula halnya dengan seni yang tidak memerlukan metode ilmiah, misalnya dalam penciptaan sebuah lagu. Keindahan dalam seni juga bersifat relatif antaran 1 individu dengan individu lainnya. Sedangkan kebenaran dalam ilmu harus bersifat universal.

Bagaimana cara kita melakukan penelitian secara ilmiah ?

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang diebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang memiliki alur yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi meteodologi ilmiah adalah pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Secara filsafati maka inilah yang disebut dengan epistemologi ilmu : apakah sumber pengetahuan ? apa hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan ? apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan ? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia ?

Ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif serta secara empiris memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Oleh karena itu penelitian keilmuan dimulai dengan ragu-ragu dan diakhiri dengan percaya atau tidak percaya serta untuk dapat diterima harus mampu dibuktikan secara empiris.

Dalam melakukan penelitian ilmiah digunakan logika deduktif dan induktif. Logika deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan premis-premis yang ada. Sehingga apabila premisnya benar dan cara penarikan kesimpulannya juga benar maka kesimpulannya sudah pasti benar. Sedangkan logika induktif menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kumpulan fakta-fakta yang bersifat khusus. Karena jangkauan manusia dalam mengkaji fakta-fakta yang bersifat khusus tersebut terbatas, maka kesimpulan dari logika induktif tidak bisa dipastikan benar sepenuhnya, melainkan hanya berupa peluang. Semakin banyak fakta khusus yang diteliti semakin besar peluang kebenarannya.

Sarana-sarana keilmuan apa saja yang harus dikuasai agar kita dapat melakukan kegiatan keilmuan dengan baik ?

Di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri menuliskan bahwa yang menjadi sarana dalam berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika.

"Batas bahasaku adalah batas duniaku", demikianlah ungkapan Wittgeinstein yang dikutip oleh penulis buku di halaman 171. Manusia dapat berpikir dengan baik karena ia mempunya bahasa. Tanpa bahasa manusia tidak akan bisa berpikir secara rumit. Aldous Huxley bahkan dengan ekstrim mengatakan bahwa tanpa bahasa manusia tidak berbeda dengan anjing atau monyet. Selain itu bahasa juga menjadi alat untuk meneruskan kebudayaan. Bahasa bersifat simbolik, emotif dan afektif. Sifat bahasa ini sekaligus menjadi kelemahan dari bahasa itu sendiri. Seringkali ditemukan ambiguitas dalam bahasa, dimana satu kata dapat memiliki bermacam-macam makna, atau sebuah makna dapat disimbolkan dengan bermacam ragam kata. Sifat bahasa yang emotif dan afektif ini juga menurut Jujun kurang menguntungkan untuk digunakan menyajikan hasil kegiatan keilmuan. Sebuah tulisan ilmiah sebaiknya netral dan terbebas dari unsur emotif serta afektif ini.

Untuk menutupi kelemahan bahasa, maka hadirlah matematika. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang dalam matematika bersifat artifisial yang baru mempunya arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Matematika berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Pernyataan matematik juga mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif. Dalam kegiatan keilmuan matematika dikenal sebagai sarana berpikir deduktif.

Untuk melengkapi matematika sebagai sarana berpikir deduktif hadirlah statistika sebagai sarana berpikir induktif. Sederhananya statistika adalah ilmu tentang peluang. Penguasaan statistika tidak bisa dikesampingkan atau dianggap tidak lebih penting dari matematika karena sangat diperlukan dalam melaksanakan kegiatan keilmuan.

Selain menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dalam bukunya Jujun juga membahas kaitan ilmu dengan moral. Ilmu yang tadinya membantu manusia dalam hal meramalkan dan mengontrol alam, kini membuat manusia berkemampuan untuk memanipulasi alam, ungkap Jujun.
Baikkah perkembangan ilmu hingga ke tahap semacam ini ?

Jujun melengkapi buku karyanya dengan sistematika penulisan ilmiah. Pembaca buku ini akan dimudahkan dengan perumpamaan sarat humor dan animasi-animasi yang juga sarat humor di beberapa halamannya. Membaca buku setebal 368 halaman ini berarti mengambil langkah pertama dalam mensistematiskan pikiran kita.

Sumber : tokobukuprisanicendekiawan.wordpress.com

You Might Also Like

0 komentar