#30DaysWritingChallenge Day 5 - My Parents

Jumat, September 18, 2020

Serumit-rumitnya hubungan saya sama si doi yang entah apa maunya, hubungan saya dan orang tua jauh lebih bikin sakit kepala. 5 tahun lamanya tak jumpa, kadang saya sampai bingung sendiri kalau disuruh mengurai dan menemukan apa pangkal masalahnya.




Selalu ada masa ketika saya ingin menyerah dan pulang ke rumah. Tapi ada saja kejadian yang membikin saya urung berusaha mewujudkan rencana. Kalau bisa saya malah ingin langsung pindah dan bikin identitas baru saja di Eropa sana; OH! dipaksa menghapus foto renang saya di Instagram jelas adalah salah satunya. Apalah yang salah dari foto itu wong yang kelihatan cuma kepala????? 😭

Saya tentu sering iri pada teman-teman yang bisa berbagi cerita pada orang tua dan mendapat nasihat yang menentramkan jiwa. Tapi belum usai saya mengetik pesan untuk berkabar pada ibu dan bapak kalau saya sedang tidak baik-baik saja, sudah muncul pesan dari mereka yang meminta uang jajan untuk ketiga kalinya di bulan yang sama. Aih, jangankan minat melanjutkan cerita, kalau limit kartu kredit saya cukup besar untuk beli HP baru mungkin HP yang ada di tangan sudah dilemparkan entah ke mana. Untung limit kartu kredit cuma 3 juta, itupun sudah terpakai setengahnya, hehehehe 👉👈

Kalau akhir pekan datang bertepatan dengan akhir bulan sehingga saya terlalu miskin untuk keluyuran, beberapa kali saya sengaja menelepon dan menanyakan kabar mereka yang jauh di sana. Jangankan bisa bercanda seperti harapan saya, mereka justru akan mengeluh tentang ini dan itu dan meminta saya ikut memikirkan solusinya. 😤

Bukannya tak mau ikut memikirkan segala huru-hara di rumah. Masalahnya sejak bertahun lalu sudah ada kesepakatan tak tertulis untuk hidup dan pusing masing-masing. Argh, memang harusnya tadi saya lanjut main Tinder saja dan tidak perlu berlagak jadi anak yang kangen keluarga 😡

Untungnya di masa kecil dulu bapak saya adalah bapak paling juara. Ia rajin membelikan saya boneka, tapi rajin pula mengajari saya main bola, memanjat pohon mangga, dan mandi hujan sampai jari-jari keriput semua. Sesering apapun dia membuat saya kesal di masa sekarang, hormat dan sayang jadi rasa yang tak akan bisa sepenuhnya saya buang. 

Kalau ada satu hal yang membuat saya masih suka merindukan bapak adalah suara mengajinya yang kelewat merdu. Sejak kecil sampai hampir lulus SMP saya hampir selalu berbaring di pahanya saat ia mengaji. Ketika satu tangannya yang tak memegang Al-Qur'an mulai mengelus rambut saya, saya meyakini sepenuhnya bahwa ia akan selalu menjaga saya. 

Sementara ibu, sampai detik ini ia masih tetap ibu paling juara. Saya yakin tak mudah menggadaikan mimpi masa muda demi memastikan rumah bisa berfungsi sebagai mana mestinya. Saya sering marah sendiri membayangkan ia harusnya bertindak begitu dan begini agar saya terjaga dari terlalu banyak sakit hati. Tapi diam-diam saya sungguh mengerti bahwa tertahan dari melakukan banyak hal adalah sepahit-pahitnya takdir yang sejak lama ia telan dengan keikhlasan. 

Tak banyak yang saya rindukan dari ibu selain rasa lezat masakannya yang tak ada lawan di mana-mana. Kadang saya justru menyesal mengapa sejak dulu terlalu berjarak dengannya. Seandainya saya tak terlalu mengandalkan bapak dan membuat ibu cemburu sampai mogok bicara berhari-hari lamanya. Seandainya saya menyediakan lebih banyak waktu untuk berbincang dengannya, mungkin apa yang terjadi sekarang bisa berkurang kadar pahitnya. 

Beberapa teman yang tahu cerita utuh tentang hubungan saya dan keluarga memang bikin sakit kepala sering berusaha menghibur. Mereka bilang saya sekeras ini karena masih kelewat muda. Ada pula yang berusaha meyakinkan bahwa seiring waktu dan perbaikan di berbagai lini kehidupan hubungan saya dan orang tua akan pulih dan jadi menyenangkan seperti sedia kala. Walau selalu saya menanggapi sambil bersungut-sungut saya tentu bohong kalau bilang  saya tidak bilang amin sekencang-kencangnya di dalam dada. Saya juga ingin punya "rumah" seperti anak-anak lainnya. 

You Might Also Like

5 komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Pernah saya alami, saya tau apa yg anda rasakan namun saya tdk tau apa yg anda hadapi. Namun saya selalu mengibaratkan apabila dipaksa minum air paling pahit di dunia pun, kalo kita minum sampai habis toh air pahit itu pun sudah tidak ada lagi setidaknya di gelas tersebut. Maaf jika komen ini trlalu panjang dn tdk berfaedah serta anda tdk paham maksud kata2 trsebut. Anggap saja spam 🙏🏻

    BalasHapus
  3. Btw sy slalu mnantikan story brikutnya

    BalasHapus
  4. Mengharapkan orang tua yang ideal adalah pangkal permasalahannya. Memberi tanpa pamrih kepada mereka bisa menjadi obatnya.

    Sudah berapa kali dikecewakan oleh orang yang kamu harapkan?

    "We create our own heartbreaks through expectation" (NN)

    Semoga nanti anak-anakmu bangga punya Ibu sepertimu. All the best for you.

    BalasHapus